Monday 31 August 2009

Usia Berapa Sebaiknya Anak Masuk SD?

Pertanyaan ini pasti sering menghinggapi orangtua yang memiliki balita. Pada usia berapa sebenarnya anak bisa masuk SD ? Yang diharapkan anak sudah mantap secara fisik dan psikologis sehingga cukup cepat menangkap pelajaran.
Bolehkah Anak masuk SD pada usia di bawah 6 tahun ?


Sebenarnya bisa saja anak yang belum berusia 6 tahun bersekolah di sekolah dasar. Sebab yang lebih penting sebenarnya kesiapan umur mental si anak, yakni kemampuan mental dan intelektual, bukan umur kalendernya. "Contoh, anak umur 4 tahun tapi umur mentalnya 6 tahun, berarti mereka sudah siap masuk SD," papar Prof Dr. S.C . Utami Munandar, guru besar psikologi anak Universitas Indonesia. Cuma, untuk mengetahui apakah umur mental anak siap, orangtua mesti mengeceknya dengan melakukan tes umur mental ke psikolog. Dari sini, nanti bisa diketahui IQ anak, dengan rumus: (umur mental/umur kalender) x 100 = IQ. Bila skor IQ anak di atas 130, jauh di atas anak normal (skor IQ 85-115), bisa saja ia dipandang gifted dan dipertimbangkan masuk SD lebih awal, setelah mempertimbangkan aspek-aspek lainnya.


Tapi ada resiko lain yang mungkin dialami anak jika masuk sekolah terlalu kecil. Misalnya karena anak masih kecil tidak sanggup menghadapi tekanan pelajaran dan guru yang menyebabkan anak stress dan malas sekolah. Bisa juga minder dalam pergaulan karena dianggap masih anak kecil.

Apa keuntungan anak masuk SD usia 7 tahun ?


Banyak rumor kalau pemerintah akan memberlakukan peraturan masuk SD minimal berusia 7 tahun. Berikut ini ada kutipan dari http://pusat.jakarta.go.id :


Pada dasarnya calon murid SDN harus berusia tujuh tahun. Tetapi bila pendaftar yang berusia tujuh tahun semua sudah bisa tertampung maka urutan berikutnya adalah mereka yang berumur enam tahun.


"Dan bila usia tujuh tahun dan enam tahun sudah tertampung masih juga ada bangku kosong maka bisa menerima calon murid berumur di bawah enam tahun, tetapi harus dilampirkan surat keterangan dari psikolog pendidikan," kata Sylviana Murni, Kepala Dinas Pendidikan Dasar (Dikdas) DKI, kemarin.


Surat keterangan dari psikolog pendidikan harus menyatakan bahwa calon murid secara mental sudah siap belajar di SD. "Memang kadang ada usia di bawah lima tahun sudah bisa membaca, tapi kalau ternyata rekomendasi dari psikolog pendidikan belum siap sekolah di SD, ya jangan dipaksakan," sambungnya.

Baca dan Tulis


Pada dasarnya pihak Dikdas tidak pernah mensyaratkan calon murid SDN harus bisa membaca dan menulis. Alasannya, karena saat belajar di TK belum sampai diajarkan seputar membaca dan menulis.


"Sekolah TK itu masih sebatas pengenalan huruf dan angka dan belum sampai diajarkan membaca," tegas Sylviana. "Yang jelas bila mau masuk SDN harus berusia tujuh tahun, dan bila masih ada bangku kosong baru mereka yang berusia enam tahun."


Secara psikologis, anak 7 tahun memang lebih siap, apalagi untuk anak laki-laki. Seorang psikolog Australia bernama Steve biddulph dalam bukunya yang berjudul Raising Boys mengungkapkan kalau menurut hasil penelitian anak laki-laki usia 6-7 tahun masih ingin menggerakan motorik kasarnya saja, sedangkan motorik halusnya ketinggalan jauh dari anak wanita.


Kesimpulannya, orang tidak tidak perlu terburu-buru memasukan anaknya ke SD, tunggu sampai kesiapan fisik dan mentalnya memadai. Kalau perlu banyak mencari informasi dari media atau psikolog mengenai kesiapan seorang anak.


Source:childparentingskills.info

Saturday 29 August 2009

Agar Si Kecil Tak 'Bossy'

parentingAgar si kecil tidak sok jadi raja sampai besar,mulailah mengurangi perilaku bossy-nya sekarang juga.Berikut beberapa saran pakar dari parents guide:

1. Jangan bossy
Kalau tak ingin si kecil ngebos,kita juga jangan ngebos.Mulailah memberantas sikap ini dari diri kita.

2. Beri perhatian
Kadang,tingkah ngebos terkait dengan kebutuhan anak terhadap waktu orangtua.Singkatnya,ia cari perhatian.Maka,beri perhatian secukupnya.

3. Beri tanggung jawab
Jangan karena tingkahnya bak raja kecil,kita tak mau menyuruhnya melakukan apapun.Beri tugas sederhana yang kira-kira bisa dia kerjakan.Misal,ambil minum sendiri atau mengambilkan sepatu ayah.

4. Beri penghargaan
Tiap kali si kecil bersedia menolong orang atau melakukan pekerjaan tertentu,misalnya mengambilkan kue untuk kakaknya,pujilah dengan tulus.Ia akan tahu bahwa bekerja atau melayani orang lain itu menyenangkan.

5. Jangan tanggapi kekasarannya
Jangan tersinggung bila si kecil mulai memerintah ini-itu tanpa sopan santun.Tegaskan dan jelaskan bahwa ia harus mengatakan 'tolong','maaf',atau 'terima kasih' dengan sopan kalau ingin minta sesuatu.

6. Biarkan membuat keputusan
Memberi kesempatan si kecil membuat keputusan sederhana,misalnya mau makan apa atau mau pakai baju apa,bisa mengurangi hasratnya untuk 'menguasai segalanya'.

Thursday 27 August 2009

12 Cara Meredakan Amukan Anak

Siapa yang tahan menghadapi anak balita mengamuk?Apalagi jika kita sedang terburu-buru atau berada di tempat umum.Buat si kecil,mengamuk amat menyedot energy,menegangkan syaraf,dan mengguncang emosi.Kadang juga membuat tenggorokannya sakit lantaran menjerit-jerit dan,ini yang tidak diharapkan,beresiko cedera fisik karena meronta-ronta atau berguling-guling.

Ibarat letusan gunung berapi,kita semua pasti mengharapkan ledakan kemarahan anak mereda.Lebih cepat,lebih baik.Parents guide akan memaparkan 12 cara meredakan amukan balita yang sudah pernah dibuktikan efektivitasnya:

1. Tenangkan diri,tenangkan anak
Ketenangan adalah modal awal kita sekaligus modal utama.Bahkan si kecil pun sebenarnya membutuhkan ketenangan kita.Jadi,JANGAN IKUT MARAH!Segera tarik nafas dalam-dalam dan hembuskan.Lakukan sekitar 3-4 kali.Setelah itu,peluk si kecil dengan lembut (tapi tegas) agar ia tidak mencederai dirinya atau orang lain.Jauhkan ia dari penyebab kemarahannya.

2. Bantu menghilangkan penyebabnya
Anak balita mengamuk karena frustasi.Jika ia frustasi karena tidak bisa memakai kaos kaki dengan rapi,ambil kaos kakinya dan tunjukkan cara termudah melakukannya.Tawarkan,apa mau coba lagi?
Jika penyebabnya adalah keinginan yang tak kesampaian,misalnya ingin main sepeda ke jalan raya tapi dilarang karena berbahaya,maka tunjukkanlah empati,ketegasan,dan sekaligus alternative pemecahan.”Ibu tahu kamu ingin naik sepeda ke jalan raya,tapi itu tidak boleh karena berbahaya.Banyak kendaraan.Lain kali kita pergi ke jalan besar yang sepi,dan kamu boleh main sepeda sepuasnya.”

3. Melucu,melawak.
Anak balita umumnya mudah tergelitik rasa humornya.Keluarkan koleksi lelucon kita.Ucapkanlah kata-kata atau kalimat konyol – asal tidak jorok atau kasar.Bertingkahlah seperti seekor monyet,gajah,atau kodok.Kalau bisa mengarang lagu konyol dengan cepat,boleh juga.Seperti apa lagu konyol?Ya misalnya seperti ini:Telor-telor,ulat-ulat,kepompong,kupu-kupu,kasihan deh kamuuu……

4. Ceritakan waktu ayah/ibu kecil
Anak balita senang mendengar cerita tentang orang tuanya.Makin lucu atau seru ceritanya,makin baik.Misalnya,”Tahu nggak,waktu kecil ibu pernah marah-marah dan menangis.Tahu-tahu,ibu batuk-batuk.Uhuk,uhuk!Coba tebak kenapa?Ternyata…….ibu menelan seekor nyamuk!”

5. Main plesetan
Kepekaan bahasa anak balita biasanya tinggi.Plesetan akan menggugahnya.Coba plesetkan lagu-lagu yang sudah dikenal si kecil,Naik-Naik Ke Puncak Gunung,misalnya:Naik-naik ke puncak hidung,tinggi,tinggi sekali……(sambil menggerakkan jari tangan dan pipi kita ke atas hidung anak).Tentu saja yang lainnya bisa juga kita plesetkan.”Coba tebak,apa bedanya kucing sama kucring?Mau tahu?Kucing kakinya empat,kalau kucring kakinya emprat.”

6. Adakan lomba
Anak balita senang berkompetisi dengan orang dewasa untuk menunjukkan ‘kendali’nya.Coba adakan lomba diam paling lama,lomba tertawa paling lama,lomba senyum paling lama,lomba tidak berkedip paling lama,lomba aduu cepat cuci muka (biar segar!),lomba menghembuskan nafas paling panjang,dan banyak lagi.Kalau anak mengamuksambil melempar-lempar barang,kita bahkan bisa mengadakan lomba mengumpulkan barang.

7. Buat suara-suara aneh
Seperti dalang atau pemain sandiwara boneka,mendongenglah dengan memakai suara yang aneh-aneh,”Hauuummm……(suara singa,sambil menggaruk udara dengan dua tangan).Aku ini singa me-na-kut-kaaaan…….hauuummm!”(melompat,seperti mau menerkam).

8. Gerak dan sajak (atau lagu)
Masih ingat sajak yang berjudul “Dua Ekor Kelinci Berebut Sepotong Roti?”Coba peragakan dengan gerakan:
Dua ekor kelinci berebut sepotong roti/Minta tolong kepada kera/Roti itu dibelah menjadi dua/Ditimbang-timbang,berat yang mana?/Berat yang kiri,digigit.Berat yang kanan,digigit/Lama-lama rotinya habis/Dua ekor kelinci tinggal menangis,huhuhuhu….

9. Ingatkan hal-hal menyenangkan
Ini saran klasik dari Julie Andrews dalam film The Sound Of Music,tepatnya dalam lagu ‘My Favourite Things’.Penggalan syairnya seperti ini:When the dog bites,when the bee stings,when I’m feeling sad,I simply remember my favourite things,and then I don’t feel so bad!
Lalu Andrews mengingat-ingat tetesan hujan di atas bunga mawar,kumis anak kucing,bingkisan kado yang diikat pita,dan banyak lagi.Si kecil senang apa – kucingnya?Temannya yang lucu?Saat jalan-jalan dengan ayahnya?

10.Bocorkan ‘rahasia’
Anak balita itu curious.Apalagi kalau itu urusan (apalagi rahasia) orang dewasa.”Eh,eh,Ayah punya rahasia penting.Jangan bilang siapa-siapa,ya?Mau tahu?Begini…….Ayah dulu penakut sama kucing,lho!Kalau ketemu kucing,ayah ngumpet.Sekarang juga masih agak-agak geli dikit,sih…..Tapi,psst,jangan bilang siapa-siapa,ya?

11.Katakan hal-hal positif
Si kecil masih mengamuk?Cobalah duduk sedekat mungkin di hadapannya.Pegang bahunya atau genggam kedua tangannya.Kita bisa bicara seperti ini:”Sayang,tiap kamu marah-marah seperti ini,kamu tuh mengeluarkan tenaga besaaar sekali.Jadi,sebenarnya kamu itu tenaganya kuat,lho.Nah,bayangkan kalau tenaga itu disimpan,dan dipakai untuk melawan kuman penyakit yang mau masuk ke badanmu sekarang – kamu tahu,kan,di luar sini banyak kumanyang tidak kelihatan?Pasti kamu tidak gampang sakit.Gimana menurutmu,lebih baik tenaga disimpan atau dibuang-buang?”

12.Main gelitik-gelitikan
Kalau semua cara di atas masih gagal juga,cobalah ‘jurus pamungkas’ ini.Cari ‘titik geli’ si kecil.Pinggang?Telapak kaki?Telinga?Atau leher?Masak sih,dia tidak tertawa juga?

Wednesday 26 August 2009

Bersama Anak,Bukan Di Dekat Anak

Banyak orang tua yang belum begitu memahami perbedaan antara ‘bersama’ anak dan ‘di dekat’ anak.Padahal keduanya memiliki makna yang berbeda.Hal ini terutama terjadi pada orang tua yang bekerja sehingga waktu bersama anak menjadi sedikit.

Berikut tips dan trik dari Ihsan Baihaqi (pendiri sekolah orang tua PSPA):

1 .Sesibuk apapun,sediakan waktu ‘bersama’ anak.Setengah jam sehari sepertinya tak berat dan tak berlebihan,bukan?Syukur-syukur bisa lebih dari itu.

Bersama anak berbeda artinya dengan berada di dekat anak.Ada banyak orang tua yang hadir 24 jam di dekat anak tetapi tak 5 menit pun bersama anak.Bersama anak berarti berbicara DENGAN anak,bukan berbicara KEPADA anak.Kita berusaha mendengarkan perasaan anak-anak.

2.Jangan pernah MENEBUS DOSA bekerja kita dengan menawarkan banyak hal (permainan,kue,hadiah) pada anak secara berlebihan,lebih dari yang dibutuhkan anak-anak,atau bahkan tak dibutuhkannya sama sekali.Banyak orang tua melakukannya dengan alasan sebagai kompensasi karena telah meninggalkan anak-anak begitu lama.Padahal hal tersebut tidak produktif untuk masa depan mereka.Mereka dapat menjadi pribadi yang instant karena segala keinginannya dipenuhi.

3. Sebelum tidur,tatap matanya,cium keningnya,doakan dia dengan penuh kekhusyukan.Jika memungkinkan,biarkan ia mendengar apa yang kita doakan.

4.Mulailah setiap pagi dengan penuh kemesraan pada anak.Buatlah saat-saat kebersamaan dengannya penuh dengan tawa dan canda,dalam kondisi kita selelah apapun.

5 Bekerja sama dengan suami,install nila-nilai positif pada anak melalui cerita.Penanaman nilai-nilai ini adalah bekal jangka panjang untuk anak-anak.

Monday 24 August 2009

Bila Si Kecil Banyak Bertanya

Pet! Listrik tiba-tiba padam, malam itu. Dengan sigap, abi segera menyalakan lampu minyak. Si kecil Asma’ (3) mengamati lampu minyak itu dengan penuh rasa ingin tahu. Tak lama kemudian, muncullah beberapa pertanyaan dari bibir mungilnya.

“Itu apa Bi?” “Itu lampu minyak, Sayang.” “Kok pakai lampu minyak kenapa Bi?” “Karena listrik mati.” “Listriknya kok mati kenapa toh Bi?” “Ya…mungkin karena tadi ada hujan deras.” “Kok tadi ada hujan deras kenapa Bi?” “Tadi di langit kan ada awan hitam, awan itu sekumpulan air, kalau turun jadi hujan.” Bla…bla…bla….Demikianlah pertanyaan si kecil bagai tak ada habisnya. Abinya pun dengan sabar menjawab pertanyaan putri sulungnya.

Rasa Ingin Tahu, Jangan Dimatikan

Anak-anak berusia 2-5 tahun memang seringkali mengajukan banyak pertanyaan kepada orangtua atau pengasuhnya. Pertanyaan mereka biasanya tidak jauh dari apa yang mereka temui, amati atau rasakan. Yang mendorong mereka mengajukan pertanyaan adalah besarnya rasa ingin tahu mereka terhadap segala sesuatu.

Sebenarnya, kita semua memiliki bekal rasa ingin tahu ini semenjak lahir. Kehebatan rasa ingin tahu inilah yang membuat bayi bisa merangkak, berjalan, dan bicara. Selanjutnya, rasa ingin tahu ini akan menentukan kualitas perkembangan otak mereka. Sayangnya, orangtua banyak melakukan intervensi negatif sehingga naluri penting ini terkubur dalam-dalam.

Seringkali orangtua tak mau menjawab pertanyaan anak-anaknya yang menurut mereka terdengar konyol, lugu, dan seperti dibuat-buat. Seakan tak ada gunanya kalaupun orangtua mau repot-repot menjawabnya. Hal ini menjadikan anak belajar untuk mematikan rasa ingin tahunya. Setelah pertanyaan-pertanyaannya tak pernah dijawab, anak pun jadi malas untuk bertanya lagi, dan jadi tak peduli pada segala sesuatu yang ada di sekelilingnya. Tindakan orangtua yang mematikan rasa ingin tahu anak itu sungguh tidak mendidik dan berpengaruh buruk terhadap perkembangan otak anak.

Sebagian kecil orangtua memang ada yang sangat mendukung perkembangan intelektual anaknya. Mereka bukan hanya menjawab pertanyaan anak, tetapi juga berusaha melakukan sesuatu untuk semakin menumbuhkan rasa ingin tahu sang anak. Mereka mendorong anak untuk bertanya dan terus bertanya, hingga anak sendiri yang kehabisan pertanyaan. Untuk itu, para orangtua ini menyediakan waktu sebanyak mungkin, karena mereka tahu, sepatah kata jawaban bisa menjadi sangat berarti bagi perkembangan sel saraf otak anak.

Perlu Kesabaran

Orangtua yang tidak sabaran, mungkin cuma diam atau menjawab ‘tidak tahu’ saat ditanya sang anak. Kadang, pertanyaan anak malah dijawab dengan bentakan, “Sudah diam! Jangan tanya-tanya terus. Ibu capek.”
Memang untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan anak itu diperlukan kesabaran, di samping perhatian dan kepandaian dalam menjawab. Seorang ibu yang sudah disibukkan dengan berbagai pekerjaan rumah, mungkin akan lelah menghadapi seribu satu macam pertanyaan anaknya. Demikian juga dengan sang ayah yang sudah bekerja seharian mencari nafkah. Rasa lelah itu bisa menghilangkan mood untuk sekadar menjawab sang anak.
Bukankah jika kita menyatakan siap punya anak, secara otomatis kita juga harus siap ‘direpoti’?

Adalah salah besar jika hanya karena alasan sibuk atau capek, lalu orangtua mematikan rasa ingin tahu sang anak. Sebisa mungkin, walau sedang sibuk bekerja, kita tetap berusaha memberi perhatian pada anak. Sambil memasak, seorang ibu bisa menjawab pertanyaan anak. Sambil membersihkan rumah pun bisa terus mengobrol dengan mereka.
Sekali lagi, dalam hal ini memang dibutuhkan kesabaran tinggi. Dalam menjawab pun kita harus menunjukkan perhatian, yang bisa ditampakkan lewat mimik muka dan cara menjawab dengan nada bersungguh-sungguh.

Jawablah dengan Benar

Orangtua tak perlu memberikan jawaban panjang atau berbelit-belit, sehingga malah sulit dimengerti anak. Cukuplah menjawab pertanyaan anak dengan jawaban pendek dengan bahasa yang disesuaikan dengan pemahaman anak. Jangan pernah menjawab pertanyaan anak dengan sembarangan. Jika menjawab, jawablah dengan benar. Jika orang tua tidak tahu jawaban yang benar, tak usah mencoba berbohong. Lebih baik katakan tidak tahu, dan cobalah menerangkan di lain waktu bila jawabannya sudah didapat. Sebagaimana contoh kasus di awal tulisan ini, Abu Asma’ berusaha menjawab pertanyaan putrinya dengan jawaban-jawaban pendek yang mudah dipahami.

Beruntunglah anak bila orangtuanya selalu berusaha menjawab pertanyaannya dengan benar. Selain bisa memuaskan hatinya, jawaban itu juga akan menambah pengetahuan dan wawasannya. Sayangnya, tak sedikit orangtua yang suka memberikan jawaban tidak benar pada anak. Misalnya saat Hasan (5) bertanya pada ibunya tentang gempa yang menyebabkan genting-genting di rumahnya melorot ke bawah. “Kok terjadi gempa kenapa Bu?” “Karena ada raksasa besar yang mengamuk di dalam laut, jadi bumi bergoncang.” Mungkin jawaban tersebut bisa diterima oleh daya imajinasinya, akan tetapi jawaban itu tidak menambah perbendaharaan pengetahuannya. Jawaban semacam ini sangat tidak bermanfaat, dan harus dijauhi oleh para orangtua. Seharusnya pertanyaan Hasan bisa dijawab, “Gempa itu penyebabnya bisa bermacam-macam. Salah satunya karena ada gunung meletus di daratan atau lautan, jadi bumi bergoncang.” Jika Hasan masih penasaran dengan sebab-sebab gempa lainnya, ibu bisa mencarikan referensi, misalnya buku atau majalah yang membahas tentang gempa, untuk dibacakan atau dibaca sendiri oleh Hasan.

Kemampuan Otak Balita

Mungkin kita mengira, anak-anak balita itu selain lugu juga tak tahu apa-apa tentang alam semesta kehidupannya. Tapi adalah kesalahan besar jika kita menganggap mereka bodoh, karena mereka mempunyai daya tangkap dan daya ingat yang jauh lebih hebat dari yang kita pikirkan. Dari sekian banyak pertanyaannya yang dia ajukan dalam sehari, pasti ada yang masuk dan direkam baik-baik dalam otaknya. Ya, balita memang memiliki kemampuan menangkap pengetahuan dengan hebat, karena otak mereka belum dipengaruhi untuk memikirkan hal-hal lain.

Sebuah pertanyaan saja, bagi anak ibarat mempelajari sebuah bab pelajaran di sekolah sebagaimana yang dipelajari kakak-kakaknya. Maka jawabannya akan sangat berarti untuk mengasah ketajaman otaknya.

Yang perlu dikhawatirkan justru kalau anak terlalu pendiam, dan tidak ingin tahu banyak tentang segala sesuatu. Ia tidak pernah bertanya, dan tidak tertarik dengan adanya benda baru. Anak seperti ini harus ‘dipancing’ untuk membangkitkan rasa ingin tahunya. Orangtua bisa memulai dengan mengajukan pertanyaan, “Azmi, mengapa kalau siang tampak terang dan malam tampak gelap?” Atau, “Kamu dan ayam sama-sama punya kaki. Mengapa kamu bisa menendang bola, ayam tidak?” Dengan pertanyaan menarik diharapkan anak akan terangsang, kemudian menanyakan segala sesuatu. Makin sering orangtua memancing dengan berbagai pertanyaan menarik, tentu anak akan meniru tindakan orangtua.

Untuk mengembangkan kemampuan anak bertanya, bimbinglah anak untuk mempraktikkan kunci utama pertanyaan, yaitu 5W+1H. Yang dimaksud 5W+1H adalah what (apa), when (kapan), where (di mana), who (siapa), why (mengapa) dan how (bagaimana)
Selain itu orang tua juga bisa menyediakan buku bacaan atau majalah islami untuk anak-anak. Melihat gambar-gambarnya yang menarik dan berwarna-warni, bisanya anak-anak akan tertarik untuk mempertanyakan apa yang ia lihat.

Jika anak tetap belum banyak bertanya seperti yang kita harapkan, maka orangtua yang harus aktif menyakan segala sesuatu tentang gambar-gambar atau kisah di buku tersebut. Yang mesti disadari, proses ini membutuhkan waktu dan memerlukan kesabaran. Semoga kita memiliki putra-putri yang shalih dan pintar.(Sumber: Mendidik dengan Cinta)

Sunday 23 August 2009

Empat Kiat Menghindari Masalah Dengan Anak

1. Jangan sampai anak Anda menjadi terlalu lapar
2. Jangan sampai anak Anda menjadi terlalu lelah
3. Jagalah stress sampai tingkat yang masih bisa diatur
4. Jangan sampai memberikan terlalu banyak kegiatan pada malam hari dan usahakan kegiatan yang diberikan tidak terlalu merangsang

Tanda-Tanda Bahaya

Jika anak Anda seringkali menunjukkan beberapa tanda berikut ini,carilah pertolongan kepada ahlinya.Tanda-tanda tersebut bisa jadi menunjukkan perilaku tidak normal yang serius.

* Memalak dan mengancam orang
* Kejam terhadap binatang-binatang
* Mencuri
* Bohong berat
* Sering bersikap agresif
* Kejam kepada orang
* Destruktif
* Melakukan pembakaran

Tuesday 18 August 2009

Katakan "Ayah/Ibu Sayang Kamu" Setiap Hari

Salah satu cara termudah untuk membuka saluran komunikasi adalah menyatakan hal-hal yang jelas.Hampir semua orang tua menyayangi anak-anak mereka,namun sangat jarang mereka mengatakan hal itu kepada anak-anaknya.

Anak-anak tidak perlu dicereweti atau dipuji berlebihan karena hal-hal sederhana yang harusnya dilakukan setiap hari atau disebut genius karena menaruh gelas kotor di tempat cuci piring.Mereka tidak perlu dijadikan pusat beredarnya jagad raya dan terlalu dimanja karena lebih mudah bagi Anda untuk mengikuti mau mereka daripada menghentikan mereka.
Tetapi mereka tetap butuh dorongan.Mereka butuh pelukan dan cium setiap hari.Mereka perlu merasa bahwa dirinya sosok penting bagi Anda.

Setiap hari,anak-anak butuh mendengar hal-hal berikut:
· Ayah/ibu sayang kamu
· Tolong
· Terima kasih
· Terima kasih karena kamu jadi anak ayah/ibu
· Ayah/ibu bangga padamu
· Ayah/ibu percaya padamu
· Ayah/ibu yakin padamu

Anda juga bisa menyelipkan catatan kecil ke dalam kotak makan atau tasnya.Pengakuan kecil dapat sangat membantu aktivitasnya sehari-hari.

Teknik Dasar Berbicara Kepada Anak

Ketika kami membantu keluarga dalam acara Nanny 911,orang tua selalu heran karena anak-anak mereka yang lepas kendali langsung terdiam ketika kami tiba,padahal mereka sebelumnya baru saja terlibat dalam pertandingan menjerit.Mengapa mereka mendengarkan kami tetapi tidak pada orang tuanya?

Karena kami mengambil langkah-langkah sederhana untuk membuat anak merasa aman.Dan ketika anak merasa aman,mereka bisa berbicara dengan bebas dan jujur.
Ikuti langkah-langkah yang dijabarkan oleh Nanny Deb dan Stella berikut ini dan gunakan saat menghadapi anak-anak yang sedang kesal:

1. Turunkan tubuh Anda setinggi anak.
Duduk atau berlutut;pilih yang nyaman untuk Anda.

2. Tatap matanya.
Ini penting sekali.Jika perlu palingkan kepala anak dengan tangan Anda –dengan lembut-supaya dia menatap langsung kepada Anda.

3. Jika si anak sangat marah,usap punggung atau perutnya.
Usapan pengakuan.Anda tidak perlu memeluk atau menarik anak ke dekat Anda ketika Anda sedang berbicara kecuali si anak benar-benar histeris dan perlu ditenangkan.(Kalau itu terjadi,biarkan si anak tenang sebelum memulai percakapan apapun.Suruh mereka menarik nafas dan bantu mereka melakukan itu-ini biasanya sangat membantu).

4. Ubah nada suara Anda.
Berkatalah dengan suara yang tegas tetapi lembut.Suara serius adalah suara yang tidak tinggi.Pernah,Nanny Deb berjalan masuk ke sebuah rumah dan seorang bocah berusia tujuh tahun sedang memukuli ibunya yang terduduk diam di atas sofa.Tanpa buang waktu,Nanny Deb memegang tangan si anak dan berkata,”Kamu hentikan ini sekarang juga.Jangan pernah lakukan itu pada ibumu lagi.”Kemudian dia langsung mendapat time out tanpa melirik ke belakang.Nanny Deb tidak berteriak ataupun menjerit.Nada suaranya sudah cukup berkata : kekerasan tidak akan ditoleransi.

5. Beri kata-kata kepada anak untuk membantu mengalirnya percakapan.
Lihat contoh berikut:
Untuk anak-anak yang masih kecil,katakana,”Coba ikuti ibu” dan kemudian dorong anak untuk mencoba.Untuk anak-anak yang lebih besar,Anda bisa memulai percakapan dengan mengatakan sesuatu yang jelas,seperti :
“Kamu kelihatannya kesal.”
“Coba kasih tahu ibu/ayah apa yang membuatmu kesal.”
“Apa yang membuat kamu kesal?”
“Kamu marah karena apa?”

6. Ulangi apa yang dikatakan oleh si anak
Ini menunjukkan kepada mereka kalau Anda benar-benar mendengarkan.Hal ini juga memberi Anda waktu untuk mengatur ulang pikiran Anda.

7. Jangan menyela
Biarkan anak mengatakan apa yang ada di benaknya.Katakan kalau Anda mengerti.Kemudian,ketika giliran Anda tiba,mereka akan berhenti bicara (karena mereka bilang begitu) dan mendengarkan Anda.Kalau mereka menyela ketika Anda sedang bicara,katakan ,”Ayah/ibu mengerti,tetapi biarkan ayah/ibu selesai dulu,kemudian baru kamu bisa bicara.”

8.Tetap tenang.
Betapapun bergejolaknya hati Anda!

Thursday 6 August 2009

Masterpiece

Kutahan keluhku sambil memasukkan baju-baju yang barusan kucuci ke mesin pengering.Setengah hari lewat sudah,tapi aku belum juga selesai membereskan rumahku.

Keempat anakku bergantian keluar masuk rumah,meninggalkan noda apapun yang berada di telapak kaki mereka,membentuk noktah warna-warni di atas lantai yang sejurus lalu masih tampak mengkilat setelah kubersihkan dengan susah payah.Remah-remah biskuit dan noda susu menghiasi karpet ruang tengah yang beberapa hari lalu baru saja kuambil dari laundry.Buku-buku berserakan,bahkan beberapa diantaranya sudah robek tak karuan.

Dan ,lihatlah!Tumpukan piring dan gelas kotor kembali menggunung.Dalam hitungan menit sudah tak terhitung berapa puluh kali para liliput itu bergantian minta sirup,susu,atau sepotong pudding dan kemudian meninggalkan wadahnya begitu saja.

Kini mataku tertuju ke jendela kaca yang beberapa jam lalu selesai kubersihkan. Tampak bekas tapak-tapak tangan dan mulut kecil menghiasinya. Noda-noda coklat juga terlihat disana-sini.

Hampir menangis,aku menghempaskan diri di kursi tamu.Meratapi ‘kemalanganku’ membesarkan empat anak yang tak pernah berhenti merepotkanku.

Dering handphone menjerit-jerit dari kamarku.Tanpa gairah aku meraihnya,“Halo….?!”
Suara wanita paruh baya yang sangat akrab di telingaku menyambut sapaanku dengan suka cita.“Kau baik-baik saja,sayang?!”Ups…….rupanya ibu mampu membaca nada suaraku yang setengah hati.

Lalu mengalirlah semua kekesalanku tanpa bisa kubendung lagi.Tentang repotnya menyelesaikan pekerjaan rumah seorang diri.Juga masalah anak-anak yang tak henti membuat kotor rumahku.

“Hmm….”ibuku berdehem pelan.Biasanya ini adalah awal yang akan digunakannya untuk menguliahiku.Tapi kali ini aku sangat membutuhkan bimbingannya.Jadi aku mulai memasang telingaku dengan seksama.
“Kau tahu apa yang ibu rasakan saat ini?”
Aku menggeleng pelan walau ibuku mungkin tak bisa melihatnya.

“Aku sangat merindukan masa-masa membesarkan kalian dulu.Aku terkadang membayangkan kau bermain lompat tali di beranda depan bersama kakak-kakakmu.”

“Aku kadang juga masih mendengar bagaimana kalian saling berteriak memperebutkan mainan,dan salah satu dari kalian menangis lalu berlari memeluk ibu…..”
Sampai disini kudengar suara wanita tercintaku itu mulai bergetar.

“Juga ketika kau sedang belajar menulis dan mencoreti semua tempat yang bisa kautulisi.”Aku tersenyum kecil,membayangkan lemari,dinding,meja,kursi,bahkan baju kesayangan ibuku yang penuh dengan hasil karyaku. Dan ibu tak pernah menghapusnya sampai sekarang!

“Kau tahu,sayang……ibu tak pernah sanggup menghapus bekas-bekas masa kecilmu itu…karena ibu ingin ia jadi pengingat kala ibu merindukanmu.Seperti saat ini….”
Tangis ibuku akhirnya pecah juga.

Jarak yang memisahkan kami terlalu jauh sehingga aku tak bisa sering-sering mengunjunginya.Dan ibu merasakan kehadiranku melalui jejak-jejak masa kecilku itu.

Tanpa mendengar kata-kata selanjutnya,aku sudah bisa menangkap maksud ibuku.
Kuedarkan tatapanku ke sekeliling ruangan
.Hai….tiba-tiba saja rumah yang tadi kulihat begitu berantakan terlihat lebih indah sekarang. Dengan beragam masterpiece yang dibuat oleh anak-anakku.Beragam coretan di dinding,buku-buku yang berserakan,bekas-bekas tapak tangan dan mulut kecil di kaca jendela.Tempelan-tempelan origami hasil karya anak-anakku.

Aku menarik sudut mulutku ke atas dan kemudian tertawa lebar.Karena aku punya banyak pengingat saat merindukan anak-anakku kelak!!