Showing posts with label motivasi menulis. Show all posts
Showing posts with label motivasi menulis. Show all posts

Sunday, 22 May 2011

Menulislah, Maka Kita ‘Ada’... (A Tribute For Nurul F Huda)


Beberapa hari yang lalu aku dikejutkan oleh sebuah kabar duka. Nurul F Huda, salah satu pengarang favoritku telah tiada. Penyakit jantung yang dideritanya sejak belia, tak mengijinkannnya lebih lama lagi hidup di dunia. Meninggalkan dua putranya yang masih berusia belia, sepantaran dengan anak sulungku yang baru duduk di kelas tiga SD. Rasa haru, sedih, dan kehilangan bercampur aduk jadi satu di dadaku. Apalagi selama ini dia harus membesarkan kedua buah hatinya seorang diri, setelah sang suami pergi meninggalkannya demi wanita lain.

Kubayangkan hari-hari sepi yang dilaluinya tanpa pendamping yang menjadi penyejuk jiwa dan pelipur laranya. Tiba-tiba saja aku merasa menjadi ibu yang sungguh tak bersyukur. Aku dikaruniai seorang suami dan lima anak yang membuat hari-hariku senantiasa ceria, namun betapa seringnya aku mengeluh dan merasa terbebani dengan tugasku sebagai seorang istri dan ibu.

Tengah malam, aku membuka-buka beberapa buku karangannya. Dalam keterbatasannya, ternyata tak membuatnya berhenti berkarya. Hampir 23 buku berhasil ditulisnya, dan rata-rata memberikan berjuta hikmah dan inspirasi bagi pembacanya. Bahkan, menjelang kematiannya ia masih sempat menulis sebuah buku “Hingga Detak Jantungku Berhenti”. Sepertinya ia telah mempunyai firasat bahwa ia tak lama lagi membersamai kedua buah hatinya di dunia, hingga judul itu yang ia pilih untuk buku terakhirnya. Kurasakan hatiku semakin tertaut pada sosok kurus nan ringkih namun murah senyum itu. Butiran bening mengalir dari kedua pipiku.

Aku mengenalnya hanya lewat dunia maya, serta dari berbagai tulisan yang ditorehkannya. Aku belum pernah bertemu dengannya secara nyata. Namun mengapa aku begitu kehilangan saat ia tiada? Mengapa air mataku kembali menetes tiap mengingat perjuangannya? Mengapa tiap kali menatap anakku yang sebaya dengan anak yang ditinggalkannya, luka hatiku sembali menganga?

Aku tahu jawabnya. Karena ia menuliskan perjuangannya. Ia menuliskan visi hidupnya dalam setiap buah karyanya. Visi yang sama dengan harapanku hidup di dunia ini. Itulah yang mengikat hati kami sehingga saling terpaut walau kami belum pernah bersua secara fisik. Dari berbagai tulisannya, aku menjadi tahu  pribadinya yang sesungguhnya, impian-impiannya, idealismenya, kebahagiaannya membesarkan kedua buah hatinya, perjuangannya dengan penyakit jantung yang dideritanya, bahkan suka dukanya menjadi istri yang harus merelakan sang suami berpaling pada wanita lain.

Dengan menulis, Nurul F Huda telah meninggalkan jejak bahwa ia pernah ada di muka bumi ini. Bahwa idealisme dan cita-citanya tetap abadi dan tidak ikut terkubur bersama jasadnya. Walau ia telah tiada, goresan penanya akan tetap menginspirasi banyak manusia, dan semoga bisa menjadi pahala amalan jariahnya di akhirat.

Selamat jalan sahabat...
Beristirahatlah dengan tenang dalam tidurmu yang panjang...
Semoga hasil karyamu menjadi cahaya yang akan senantiasa menerangi kuburmu...
Ijinkan aku mengikuti jejakmu, meninggalkan goresan pena yang akan menginspirasi banyak manusia...
Sekecil apapun itu, akan kupahatkan bahwa aku pernah ‘ada’...



Tuesday, 17 May 2011

Wahai Ibu, Menulislah...


Kabar terbaru, Barat sedang menggalakkan kampanye agar para ibu kembali ke rumah. Hal ini berkebalikan dengan emansipasi yang dulu mereka dengungkan bahwa wanita bebas berkarier di luar rumah. Mungkin kampanye ini berkaitan erat dengan semakin maraknya kenakalan remaja dan kurangnya ‘sentuhan’ kasih sayang orang tua dalam keluarga.

Peran ibu dalam keluarga sangatlah strategis, yaitu menjadi pendidik pertama bagi putra-putrinya. Tetapi peran tersebut memerlukan konsekuensi, yang pertama adalah waktu yang memadai untuk mendampingi sang buah hati. Sulit dibayangkan seorang ibu yang berkarir bisa mengoptimalkan waktu yang dimilikinya untuk membesarkan anak-anaknya.

Yang kedua adalah ilmu yang memadai. Membesarkan anak tak cukup hanya mengandalkan naluri saja, seorang ibu juga harus rajin men’charge’ ilmunya agar mampu menghadapi berbagai problema yang mengiringi tumbuh kembang sang anak. Dengan aktif mencari ilmu, baik dengan cara membaca, searching di internet, maupun mengikuti berbagai seminar parenting, ibu akan lebih optimal mendidik anaknya. Apalagi bobot masalah yang dihadapi akan semakin meningkat seiring perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Seorang ibu yang rajin ‘belajar’ pasti akan lebih tangkas menghadapi masalah yang dihadapi anak-anaknya dibandingkan ibu yang malas ‘meng-update’ ilmunya.

Ketika sang ibu mampu menangani masalah perkembangan anak kemudian ia bagikan pengalamannya tersebut melalui tulisan, maka manfaat yang diperoleh pun akan berlipat ganda. Sebagaimana tulisan Kartini yang mampu menjadi penggerak perubahan sosial bagi kaum wanita. Mungkin bila Kartini hanya menyimpan tulisannya dalam buku harian, kita tak pernah tahu perjuangannya yang telah menginspirasi kaum wanita untuk hidup lebih bermartabat. Dan hebatnya, tulisan tersebut mampu tetap menginspirasi walau sudah ditulis berpuluh tahun yang lalu.

Kisah Kartini tersebut seharusnya men jadi ‘pemantik’ bagi kita-kaum ibu- untuk bisa meneruskan perjuangannya. Hanya bersenjatakan pena, yakinlah bahwa kita mampu mengubah dunia. Perjuangan yang bahkan bisa dilakukan tanpa kita perlu keluar rumah. Kita hanya perlu mengisi kekayaan khazanah pengetahuan kita dengan banyak membaca, kemudian menuliskannya dan membagikannya agar semakin banyak manusia yang tercerahkan. Yakinlah, bahwa semakin banyak orang yang mengambil manfaat dari ilmu yang kita bagikan, semakin besar tabungan pahala yang kita miliki. Insya Allah...