Showing posts with label anak penakut. Show all posts
Showing posts with label anak penakut. Show all posts

Monday, 7 September 2009

Mengapa Anak Mudah Takut?

Anak Anda mudah ketakutan? Sebenarnya hal itu wajar. Tapi, bila Anda tak membantu mengatasi ketakutannya, ia bisa mengalami fobia. Pada dasarnya, ketakutan pada batita merupakan suatu keadaan alamiah yang membantu individu melindungi dirinya dari suatu bahaya sekaligus memberi pengalaman baru.

Pada sejumlah batita, rasa takutnya masih sebatas pada hal-hal spesifik seperti takut pada anjing, gelap, atau bertemu orang asing.Ironisnya, sebagian besar ketakutan yang terjadi pada anak justru muncul karena ditularkan oleh orangtuanya ataupun orang dewasa yang berada di sekelilingnya.
Contohnya, karena kuatir pada suatu atau kondisi tertentu, tanpa sadar orangtua akan melarang anak dengan cara menakut-nakutinya. Misalnya, "Awas ada anjing gila, nanti kamu digigit!" Akibatnya, anak merasa terancam alias tidak aman setiap kali melihat anjing. Padahal, umumnya anjing hanya akan marah dan mengigit jika diganggu.
Bentuk ekspresi ketakutan itu sendiri bisa macam-macam. Biasanya lewat tangisan, jeritan, bersembunyi atau tak mau lepas dari orang tuanya. Untungnya, rasa takut ini akan hilang dengan sendirinya seiring dengan berjalannya waktu. Namun peran dan dukungan orang tua.masih tetap penting.Yang jadi masalah adalah bila rasa takut terendapkan dan tidak teratasi sehingga berpengaruh pada aktivitas sehari-hari anak.
Parahnya, ketakutan tersebut dapat mengarah menjadi ketakutan yang bersifat patologis ataupun fobia alias ketakutan berlebih karena pernah mengalami kejadian tertentu.Adapun ketakutan yang sering terjadi pada batita antara lain, takut berpisah. Anak akan merasa cemas bila ia harus berpisah dengan orang terdekatnya. Terutama ibunya, yang selama 3 tahun pertama menjadi figur paling dekat. Figur ibu, tak selalu harus berarti ibu kandung, melainkan pengasuh, kakek-nenek, ayah, atau siapa saja yang memang dekat dengan anak.
Kelekatan anak dengan sosok ibu tersebut biasanya akan berkurang di tahun-tahun berikutnya. Bahkan di usia 2 tahunan, kala sudah bereksplorasi, anak akan melepaskan diri dari keterikatan dengan ibunya. Namun, akan menjadi lain bila si ibu terlewat melindungi atau overprotektif sehingga ia tak bisa mempercayakan anaknya pada orang lain.Perlakuan semacam ini justru akan membuat kelekatan ibu dan anak akan terus bertahan dan akhirnya menimbulkan kelekatan patologis sampai si anak besar.
Akibatnya, anak tak mau sekolah, gampang nangis, dan sulit dibujuk saat ditinggal ibunya.Bahkan jika ibu beranjak ke dapur atau ke kamar mandi pun, si anak akan terus mengikuti.Bila sudah demikian, jelaskan pada si kecil, mengapa ibunya harus pergi atau bekerja. Jika ibu tidak bisa pulang sesuai waktu yang dijanjikan, beri tahu anak lewat telepon. Sebab, ia akan terus menunggu dan ini justru bisa menambah rasa takut anak. Bahkan ia akan terus cemas bertanya-tanya, kenapa sang ibu belum datang.
Ketakutan lain yang dialami anak, antara lain takut masuk bersekolah. Sebab, ia harus beradaptasi dengan lingkungan barunya. Padahal, tak semua anak mudah beradaptasi. Begitu pun orangtua, banyak yang tak rela melepas anaknya "sekolah" karena khawatir anaknya terjatuh saat bermain atau ia mungkin saja didorong temannya.Oleh sebab itu, Anda dapat mengantar anak ke sekolah, tapi tidak menungguinya. Sebagai gantinya, Anda dapat menitipkan anak kepada gurunya. Dan yakinkan diri Anda bahwa anak dapat melupakan rasa takutnya seiiring dengan kegembiraannya bermain bersama teman-temannya.
Ketakutan lainnya, yaitu anak takut dengan orang asing. Di usia awal, anak memang mau digendong dan dekat dengan siapa saja. Namun di usia 8-9 bulan biasanya mulai muncul ketakutan atau sikap menjaga jarak pada orang yang belum begitu dikenalnya. Ini normal karena anak sudah mengerti atau mengenali orang. Ia mulai sadar, mana orangtuanya dan mana orang lain yang jarang dilihatnya.
Untuk itu biarkanlah ia bereksplorasi dengan bebas. Hindari nasihat yang menakut-nakuti, seperti jangan dekat-dekat sama orang yang belum kamu kenal. Nanti diculik, lho. Nasihat ini bukannya tidak boleh, tapi sewajarnya saja dan bukan dengan cara menakut-nakutinya.Tidak hanya orang lain yang ditakuti, tapi anak juga biasanya takut pergi ke dokter. Hal ini terjadi, mungkin karena ia pernah mengalami hal tak mengenakkan seperti ia pernah disuntik. Untuk mengatasi ketakutan ini, Anda dapat mengizinkan anak membawa benda atau mainan kesayangannya. Benda-benda ini penting agar ia merasa aman dan nyaman.
Cara lainnya, Anda dapat membantunya dengan menyediakan mainan berupa perangkat dokter-dokteran. Biarkan anak menjalani peran dokter dengan boneka sebagai pasiennya. Diharapkan dengan cara ini, lambat laun ketakutannya pada sosok dokter justru berganti menjadi kekaguman.
Hal lain yang menjadi momok bagi anak, yaitu takut hantu. Ketakutan terhadap hantu ini merupakan ketakutan yang diajarkan lewat ancaman Anda atau orang dewasa lainnya. Selain itu ia mungkin mendapatkannya melalui interaksinya menonton film horor di televisi. Oleh karena itu, jauhkan anak dari tontonan tentang hantu. Anda ataupun orang dewasa lainnya jangan pernah menakut-nakuti anak hanya demi kepentingan sesaat. Cara lainnya Anda dapat menganti karakter hantu dengan peri yang baik hati. Belikan buku-buku cerita atau tontonan anak mengenai karakter hantu atau penyihir yang baik hati.
Masih banyak ketakutan yang sering dialami anak seperti takut gelap, berenang, serangga, anjing dan sebaginya. Namun pada intinya, apapun jenis ketakutannya yakinkanlah ia, bahwa tidak akan ada satu makhluk pun yang akan menyakitinya bila ia tidak lebih dahulu menyakiti makhluk tersebut. Berpesanlah kepadanya untuk senantiasa berbuat baik, karena anak baik tidak akan pernah mendapatkan gangguan. (Majalah Inspire Kids)

Menghindarkan Anak Dari Sifat Penakut

Sudah masyhur kita dengar, kisah keberanian anak-anak yang hidup di zaman Nabi. Begitu banyak kisah anak-anak di bawah umur yang memaksa kepada Rasulullah agar diizinkan ikut berperang bersama prajurit Muslim melawan kaum kafir. Walaupun Rasul melarang anak-anak ikut berperang, mereka memaksa, berlomba-lomba dan berebut agar diizinkan. Ketika Rasul melihat tekad mereka yang begitu kuat dan bulat, terpaksa diberikannya izin, dan ternyata anak-anak itupun berperang tak kalah beraninya dengan para orang tuanya.
Tercatat nama Usamah bin Zaid yang ikut berperang semenjak kecil, dan karena keahliannya maka diangkatlah ia oleh Rasulullah menjadi panglima perang pada usia enam belas tahun. Ada pulua Rafi dan Samurah, dua orang anak yang berebut untuk bisa ikut berperang. Begitu pula si budak kecil, Umair, yang karena keberanian dan keinginannnya yang kuat ia pun dibebaskan oleh majikannya dan bahkan mendapat hadiah pedang yang ia dambakan. Masih ada pula si kecil Salamah, yang sangat ahli memanah, terkenal dapat berlari teramat cepat, dan tentu saja gagah berani.

Bagaimana bisa anak-anak belasan tahun yang setara dengan anak-anak SLTP di zaman sekarang ini sudah begitu ahli dalam berperang? Begitu besar keberanian mereka menantang marabahaya dan maut? Generasi yang kuat Difirmankan Allah Swt dalam al-Qur'an untuk tidak meninggalkan generasi di belakang kita sebagai generasi yang lemah. Karena mereka yang lemah pasti akan ditindas oleh yang kuat.

Kenyataan membuktikan, banyak pejuang Muslim yang menemui syahid dalam pertempuran-pertempuran yang tak seimbang sekadar untuk mempertahankan diri. Penyebab pokoknya adalah karena ummat Islam dalam posisi lemah. Lemah fisik, lemah strategi, lemah koordinasi, lemah dana, lemah fasilitas, lemah segalanya.

Sehingga walau jumlah kita banyak, niat kita ikhlas dan semangat membara, kekalahan juga yang didapat. Keberanian, seringkali hanya dikonotasikan dengan peperangan, sehingga oleh sementara orang hanya dilekatkan kepada pundak laki-laki saja. Sementara jika seorang Muslimah cengeng, penakut dan lemah, dianggap sebagai kewajaran karena fisiknya.

Pengertian ini diluruskan oleh seorang ahli tafsir, Dr Nashruddin Baidan dalam Tafsir bi al-Ra'yi. Menurutnya, baik laki-laki maupun perempuan, sama-sama harus digembleng menjadi generasi yang kuat. Tentara sekuat apapun jika tanpa dukungan kekuatan motivasi kaum wanita, bisa tak berarti apa-apa. Untuk bisa menjadi motivator yang baik tentu saja kaum Muslimah pun perlu memiliki keberanian dan kekuatan mental yang kokoh.

Menurut Nashiruddin, yang diminta Allah mempertahankan negara bukan hanya laki-laki, tetapi semuanya, termasuk wanita dan anak-anak. Cara masing-masing untuk mempertahankan negara bisa berbeda-beda, sesuai kemampuannya. Namun dalam kondisi terjepit, semua jiwa wajib keluar rumah menghadang musuh dalam mempertahankan agamanya, tak peduli laki-laki maupun wanita.

Untuk tujuan pembentukan generasi penerus yang gagah berani itulah ajaran Islam memberikan tuntunan syariat yang perlu diberikan kepada anak-anak. Beberapa di antaranya adalah berikut ini.

1. Olahraga dan permainan fisik

Selain untuk membangun kekuatan, olahraga fisik juga bermanfaat menumbuhkan keberanian dan keahlian. Kuat saja tetapi tak mempunyai keberanian dan keahlian akan sia-sia. Demikian juga yang berani tetapi tak ahli dan lemah, atau yang ahli tetapi lemah dan penakut. Jadi ketiga fungsi saling melengkapi, dan semuanya harus ditumbuhkan dalam diri anak semenjak dini.

Untuk itu Islam menganjurkan beberapa cabang olahraga utama, seperti disampaikan Rasulullah saw dalam hadits-haditsnya, "Segala sesuatu yang tidak menyebut asma Allah maka ia adalah senda gurau belaka, kecuali empat perkara: Berjalannya seseorang di antara dua tujuan (untuk memanah), latihannya untuk menunggang kuda, bermain dengan keluarganya, dan belajar renangnya."

"Ketahuilah, bahwa kekuatan itu adalah memanah. Ketahuilah bahwa kekuatan itu adalah memanah. Ketahuilah bahwa kekuatan itu adalah memanah."Dan juga hadits berikut, "Tidak ada perlombaan (pertaruhan) selain di tapak kaki unta, tapak kaki kuda, dan pemanah."Selain itu Rasulullah pun menganjurkan untuk bermain lembing, seperti pernah beliau izinkan Aisyah melihat orang bermain lembing di masjid. Berenang, memanah, menunggang kuda dan unta, serta bermain lembing, adalah contoh-contoh di zaman Rasulullah. Kepada anak-anak kita perlu ditambahkan latihan menembak, membuat bom, mengendarai mobil, dan bahkan pesawat.

Intinya, semua jenis olahraga itu membangun kekuatan anak, menumbuhkan keberanian dan keahliannya.

2. Penyembelihan hewan Qurban

Hari raya Qurban identik dengan penyembelihan kambing dan sapi. Acara ritual ini cukup baik pula dijadikan ajang menumbuhkan keberanian anak. Di kesempatan ini, orang tua perlu mengajak anak-anaknya, terutama yang laki-laki untuk turut membantu proses penyembelihan, atau setidaknya menonton. Dengan melihat proses penjagalan, melihat muncrat dan mengalirnya darah hewan qurban, ini akan menumbuhkan keberanian dalam jiwa anak, sehingga mereka tak terlalu takut melihat darah.

3. Khitan di usia kanak-kanak

Sunnah khitan dilakukan di masa kanak-kanak, bagi anak laki-laki. Boleh dilakukan ketika anak masih bayi, atau dalam usia antara 5 hingga 10 tahun. Pilihan yang terakhir ini dapat dimanfaatkan bagi orang tua untuk menumbuhkan keberanian anak. Itu sebabnya, sebelum saat khitan tiba, orang tua harus mempersiapkan mental anak dengan sebaik-baiknya, sehingga tidak menjadikan momen khitan ini justru sebagai pengalaman yang menyakitkan dan menakutkan bagi mereka. Karena jika hal ini terjadi, trauma ini bisa membuat anak menjadi penakut hingga dewasa.

4. Penanaman kisah-kisah kepahlawanan
Film dan buku-buku cerita yang mengisahkan tentang keberanian para tokoh pahlawan baik yang fiksi maupun nyata, baik untuk mengembangkan keberanian anak, asalkan adegan dalam kisah-kisah tersebut tidak melampaui batas. Akan lebih baik jika orang tua memilihkan kisah-kisah kepahlawanan para syuhada di zaman Rasulullah saw yang sudah banyak dibukukan.

Selain mengembangkan keberanian anak, juga mengandung nilai-nilai keutamaan yang sangat baik, sehingga anak semakin memahami mengapa, kapan, dan untuk apa mereka harus melatih keberanian. Pilihan untuk mengajak anak berdialog langsung dengan para pejuang yang sudah berpengalaman di medan peperangan adalah alternatif terbaik jika mungkin untuk dilakukan.

5. Aktivitas penuh tantangan
Ayah, adalah orang yang paling tepat mendidik anak laki-lakinya untuk terus mencari aktivitas yang penuh tantangan. Mendaki gunung, memanjat tebing, berkemah, berburu, hingga berlayar, bisa direncanakan. Untuk anak perempuan juga dikembangkan kegiatan serupa dengan tingkat kesulitannya lebih rendah, setidaknya hingga setingkat kemampuan mereka.(Suara Hidayatullah)