Tuesday 30 November 2010

Interaksi dan Komunikasi Penuh Cinta

Di antara hal yang sangat vital perannya dalam menjaga keharmonisan kehidupan rumah tangga adalah interaksi dan komunikasi yang sehat antara seluruh anggotanya. Suami dan isteri harus mampu membangun komunikasi yang indah dan melegakan, demikian pula orang tua dengan anak, serta sesama anak dalam rumah tangga.

Banyak permasalahan kerumahtanggaan muncul akibat tidak adanya komunikasi yang aktif dan intensif antara suami dengan isteri. Banyak hal yang didiamkan tidak dibicarakan, sehingga menggumpal menjadi permasalahan yang semakin membesar dan sulit diselesaikan.

Padahal Allah Ta’ala telah memerintahkan kepada para suami agar berkomunikasi dan berinteraksi secara bijak kepada isterinya:
Dan bergaullah dengan mereka secara makruf. Kemudian bila kamu tidak menyukai mereka, (maka bersabarlah) karena mungkin kamu tidak menyukai sesuatu padahal Allah menjadikan padanya kebaikan yang banyak” (An Nisa’: 19).

Muhammad Abduh menjelaskan, “Artinya wajib bagi kalian wahai orang-orang mukmin untuk mempergauli isteri-isteri kalian dengan bijak, yaitu menemani dan mempergauli mereka dengan cara yang makruf yang mereka kenal dan disukai hati mereka, serta tidak dianggap mungkar oleh  syara’, tradisi dan kesopanan”.

“Maka mempersempit nafkah dan menyakitinya dengan perkataan atau perbuatan, banyak cemberut dan bermuka masam ketika bertemu mereka, semua itu menafikan pergaulan secara makruf. Diriwayatkan dari salah seorang salaf bahwa dia memasukkan ke dalam hal ini perihal laki-laki berhias untuk isteri dengan sesuatu yang layak baginya, sebagaimana isteri berhias untuknya”, tulis Abduh.

Termasuk dalam kategori ini adalah ketrampilan berbicara, mendengarkan, bergurau atau bercanda, tertawa, respon dan empati, juga ketrampilan berlaku romantis. Demikian pula ketrampilan mengungkapkan perasaan, menyatakan kecintaan dan kasih sayang, memahami perasaan pasangan. Tidak pula boleh diremehkan, ketrampilan praktis untuk memuaskan pasangan dalam kebutuhan biologis.

Kadang dijumpai suasana rumah tangga yang kaku tanpa canda dan penuh suasana ketegangan. Masing-masing anggota keluarga melakukan sendiri apa yang ingin dilakukan, menyimpan sendiri segala permasalahan dan berusaha menyelesaikannya sendiri-sendiri. Mereka berkomunikasi dalam sepi kepada diri sendiri dan tidak membuka diri terhadap yang lain. Suami merasa diri telah cukup berbuat hanya dengan memberikan kecukupan uang kepada isteri dan anak-anaknya. Isteri merasa diri cukup berbuat hanya dengan menyiapkan keperluan suami dan anak-anak, serta melayani suami di tempat tidur.

Suasana seperti itu amat jauh dari harapan sebuah keluarga yang sakinah, karena diwarnai oleh suasana individualistis yang tinggi. Permasalahan akan semakin menumpuk dan menjadi gunung yang siap meledak apabila ada simpul-simpul pemicunya. Mereka berbincang di dalam rumah tangga ala kadarnya sekedar untuk berbasa-basi, selebihnya masing-masing disibukkan oleh urusan sendiri. Rumah sebagai tempat kembali yang nyaman tidak mereka dapatkan suasananya.

Rasulullah saw bersabda:
“Tidak boleh lelaki mukmin membenci perempuan mukminah, jika ia tidak menyukai suatu perbuatan, maka ia akan menyukai perbuatan lainnya” (Riwayat Muslim).
Suami tidak boleh berlaku kasar, apalagi sampai ke tingkat memukul dan menendang isteri. Pukulan yang mendidik hanya boleh dilakukan dalam kasus nusyuz. Rasulullah memberikan penghargaan kepada para suami yang berlaku baik terhadap isteri mereka:
“Sebaik-baik kamu adalah yang paling baik di antara kamu dalam bergaul dengan isterinya, dan aku adalah yang paling baik di antara kamu dalam bergaul dengan isteri” (Riwayat Tirmidzi).

Banyak suami yang memiliki kelemahan dalam mendengarkan isi hati isteri. Pada kondisi dimana isteri merasa memerlukan perhatian, ia sangat ingin mencurahkan perasaan hatinya kepada suami. Ia ingin mengobrol dan menyampaikan keinginan dan harapan-harapan yang selama ini terpendam belum terungkapkan. Apabila suami tidak merespon, bahkan bersikap menutup diri terhadap keinginan itu, akan cenderung melahirkan ketertekanan batin pada isteri. Pada kondisi yang telah memuncak, keinginan curhat isteri yang tidak ditampung suami tersebut akan menimbulkan ledakan emosional yang dahsyat.

Isteri akan cenderung lari kepada orang lain, mungkin teman dekat, atau tetangga, mungkin orang tua atau bahkan ke psikolog atau kepada seorang ustadz yang dipercaya, untuk menumpahkan semua permasalahan hatinya. Ia hanya ingin mendapatkan suasana kelegaan hati, dengan menceritakan semua permasalahan yang dihadapi. Isteri akan sangat bergembira apabila bertemu dengan seseorang yang bersedia mendengarkan dan menampung curahan hatinya. Bisa jadi seseorang tersebut tidak memberikan solusi apapun dari permasalahan yang diutarakan, akan tetapi kesediaannya mendengar dan merespon secara positif itu telah amat menenteramkan.

Untuk itu, suami harus menjadi seseorang yang paling enak dan nyaman bagi isteri untuk mencurahkan perasaan hatinya. Jangan dibiarkan isteri tidak mendapatkan kesempatan untuk curhat kepada suami di rumah yang berakibat ia mencari orang lain untuk tempat curhat. Kadang hal seperti ini menimbulkan masalah baru.

Apabila orang yang menjadi tempat curhat tersebut adalah teman lelaki sekantornya, atau seorang lelaki yang menjadi teman lamanya semasa kuliah atau sekolah dahulu, lalu ternyata ia mendapatkan kecocokan untuk mencurahkan permasalahannya, akan bisa berkembang menjadi hubungan yang lebih intim dan khusus.
Tentu  hal ini menuntut kemampuan suami untuk bisa mendengarkan, menampung dan merespon secara positif perasaan hati isteri. Jangan biarkan permasalahan menumpuk di hati isteri sehingga menjadi gumpalan permasalahan yang tidak terselesaikan.

Suami semestinya mengawali suasana keterbukaan dalam komunikasi sehingga permasalahan sekecil apapun bisa segera direspon dan diselesaikan. Pengakuan Nyonya Noni yang dimuat dalam majalah Ayahbunda edisi 6 – 9 April 1996 berikut hendaknya menjadi pelajaran bagi yang lain, bahwa keterbukaan dalam komunikasi amatlah penting untuk mempertahankan cinta dalam keluarga.

“Dunia pekerjaan saya mengharuskan saya bergaul dengan banyak orang dari berbagai lapisan, baik laki-laki maupun perempuan. Bahkan boleh dibilang model pergaulannya pun bebas, meskipun saya pikir itu tergantung dari orang yang bersangkutan. Selama ini suami tidak pernah berkomentar negatif terhadap kegiatan saya, tetapi belakangan saya ketahui kalau suami berselingkuh dengan wanita yang sangat belia”, demikian penuturan Nyonya Noni.

“Ketika saya tanyakan, bukan saja dia mengakui tetapi juga mengatakan bahwa hal itu dilakukan karena sebenarnya dia tidak menyukai kegiatan saya. Selama ini saya tidak tahu hal itu karena suami tidak pernah mengatakan terus terang. Akhirnya semenjak delapan bulan yang lalu saya pisah rumah sementara dengan suami”, tambah Nyonya Noni.

Tampak dalam pengakuan di atas, keluarga Nyonya Noni tidak terbiasa melakukan komunikasi secara terbuka. Suami Nyonya Noni tidak pernah mengekspresikan perasaan ketidaksukaannya terhadap pekerjaan dan pola pergaulan Nyonya Noni. Karena tidak pernah berkomunikasi dengan hangat dan terbuka kepada pasangannya, ditambah dengan kesibukan masing-masing menyebabkan rumah tangga Nyonya Noni dilanda kemelut. Suami Noni memilih mengekspresikan ketidaksenangannya dengan melakukan selingkuh, bukan dengan terbuka mengungkapkan keinginan dan harapannya.

Untuk itulah semestinya interaksi dan komunikasi penuh cinta dilakukan dalam rumah tangga, hingga tidak ada ganjalan yang tidak tersampaikan kepada pasangannya.(cahyadi-takariawan.web.id)

No comments:

Post a Comment