Sunday 12 June 2011

Berdamai Dengan Kesulitan

Penuh semangat kukerjakan tugas-tugas rumah tangga yang beberapa bulan ini jarang kusentuh. Ya, biasanya ada asisten rumah tangga yang melakukannya untukku. Tapi sejak ia resign sebulan yang lalu, mau tak mau aku harus mengerjakan tugas-tugas domestik itu sendiri. Mencuci baju, piring-piring kotor, mengepel lantai, setrika, hingga memasak semua kulakukan tanpa keluhan. Mengapa mesti mengeluh jika membuatku tak ikhlas menjalani semua tugas itu. Dan ujung-ujungnya, anak-anak dan suami yang menjadi korban akibat kelelahanku, di samping usahaku yang sia-sia karena tak mendapat ‘imbalan’ dari-Nya.

Saat berinteraksi dengan anak-anak pun aku mencoba menerapkan strategi yang sama, berdamai dengan sepak terjang mereka. Mencoba mengambil sisi positif atas segala kelakuan mereka membuatku lebih nyaman menjalani hari-hariku sebagai ibu.
“Maaf Ummi, aku tak sengaja menumpahkan susunya...” takut-takut si kecil bicara kepadaku.
“Tak apa...,ambil lap saja, dibersihkan sendiri ya”
Si kecil pun dengan wajah ceria mengambil kain pel dan mengelap susunya yang tumpah.
Atau ketika sang kakak tak sengaja merusakkan mainannya.
“Sudahlah, tak usah disesali. Memang sudah waktunya mainan itu rusak. Besok kalau ada rejeki, kita beli lagi ya?”
Ah, ternyata lebih nikmat menjalani hari bersama anak-anak tanpa disusupi rasa marah.

Pun saat aku harus ‘bersitegang’ dengan suamiku saat kami tak seide menghadapi suatu masalah, aku lebih suka menuruti kemauannya asal tak kehilangan senyumnya yang lebih menentramkan hatiku. Hidup terasa lebih nyaman saat kita mampu menciptakan kebahagiaan orang lain dan berdamai dengan ego kita sendiri.

Dalam berinteraksi dengan orang lain pun, lebih mudah bagi kita memaksakan diri untuk menyesuaikan diri dengan karakter mereka daripada memohon mereka untuk memahami keinginan kita. Menjadi pendengar yang baik saat teman kita punya masalah, menawarkan bantuan saat orang lain butuh pertolongan, atau senantiasa menunjukkan wajah yang ramah dan bersahabat agar orang-orang tak segan berbincang dengan kita.  Ketika kita mampu menyesuaikan diri dan berempati dengan orang lain maka hubungan yang akrab pun akan terjalin, sebagaimana diungkapkan Bonnie Jean Wasmund : "Orang mungkin lupa dengan apa yang Anda katakan, lupa apa yang Anda lakukan, tapi akan selalu terkenang dengan bagaimana Anda memperlakukan mereka."

Maka, di penghujung sujudku, yang kupinta bukan agar Ia mengurangi beban hidupku. Tapi agar Ia senantiasa menguatkan pundakku dan memberiku kekuatan untuk bersikap terbaik terhadap setiap permasalahan yang kuhadapi. Aku yakin, bersama kesulitan pasti ada kemudahan. Bukan masalah itu yang membuat kita putus asa, tetapi bagaimana cara kita menyikapinya yang membuatnya tampak berat.  So, daripada meratapi masalah demi masalah yang senantiasa mendera, mengapa tak kita manfaatkan energi kita untuk mencari solusinya?